MAKALAH
FILSAFAT SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah : Filsafat
Umum
Disusun :
NAZRI ADLANI AZIZI (14121110091)
PAI- B SEMESTER 1
Dosen Pengampu : Drs.
H. Djono, M. Ag
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata
serapan dari bahasa Arab. yang juga diambil dan bahasa Yunani; philosophia.
Kala ini berasal dan dua kata Philo dan Sophia. Philo = lImu atau cinta dan
Sophia = kebijaksanaan. Sehingga arti harfiahnya adalah ilmu tentang
kebijaksanaan ataupun seseorang yang cinta kebijakan.
Sejarah awal tumbuhnya Filsafat berasal dari Yunani pada
sekitar abad ke 7 SM. Tentu saja ada nama-nama seperti Sokrates, kemudian Plato
sebagai murid Sokrates, dan Aristoteles sebagai murid Plato. Namun ada juga
yang beranggapan bahwa Filsafat lahir di bumi barat, bahkan pada nusa sebelum
era Sokrates. Ada beberapa tokoh yang disebutkan pada zaman ini diantaranya
adalah seperti Thales, Anaximander dan Phytagoras.
Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi,
yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses
keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari
ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang
memiliki sifat dan karakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada
umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses
keilmuan, ia merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Secara
sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib dengan
bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan, yakni
berfikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis, pemahaman
deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spekulatif. Sejalan dengan ini, Musa
Asy’ari menyatakan bahwa filsafat adalah berfikir bebas, radikal, dan berada
pada dataran makna. Bebas artinya tidak ada yang menghalang-halangi kerja
pikiran. Radikal artinya berfikir sampai ke akar-akar masalah (mendalam) bahkan
sampai melewati batas-batas fisik atau yang disebut metafisis. Sedang berfikir
dalam tahap makna berarti menemukan makna terdalam dan suatu yang terkandung
didalamnya. Makna tersebut bisa berupa nilai-nilai seperti kebenaran, keindahan
maupun kebaikan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa-apa saja yang termasuk objek filsafat ?
2.
Metode-metode apa saja dalam filsafat ?
3.
Bagaimana sistem dalam filsafat ?
4.
Bagaimana kebenaran dalam filsafat ?
C. Manfaat
1. Agar
mahasiswa mengetahui objek yang terkandung dalam filsafat.
2. Agar
mahasiswa mengetahui metode-metode yang terdapat dalam filsafat
3. Agar
mahasiswa mengetahui sistem dalam filsafat
4. Agar
mahasiswa tahu tentang kebenaran dalam filsafat
BAB II
FILSAFAT SEBAGAI ILMU
PENGETAHUAN
A. Obyek Filsafat
Pada dasarnya setiap ilmu mempunyai dua macam obyek, yaitu
obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang dijadikan
sasaran penyelidikan, seperti tubuh adalah obyek material ilmu kedokteran.
Adapun obyek formalnya adalah metode untuk memahami obyek material tersebut,
seperti pendekatan induktif dan deduktif.
Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal
juga memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material filsafat adalah
segala yang ada, baik mencakup ada yang tampak maupun ada yang tidak tampak.
Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedang ada yang tidak tampak adalah alam
metafisika. Sebagian filosuf membagi obyek material filsafat atas tiga bagian,
yaitu: yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam alam pikiran, dan yang ada
dalam kemungkinan. Adapun obyek formal filsafat adalah sudut pandang yang
menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
Dalam perspektif ini dapat diuraikan bahwa filsafat ilmu
pada prinsipnya memiliki dua obyek substantif dan dua obyek instrumentatif,
yaitu:
Obyek Subtantif, yang terdiri dari dua hal:
1. Fakta (Kenyataan)
Yaitu empiri yang dapat dihayati oleh manusia. Dalam
memahami fakta (kenyataan ini ada beberapa aliran filsafat yang memberikan
pengertian yang berbeda-beda, diantaranya adalah:
1) Positivisme
a) Hanya mengakui penghayatan yang empirik dan sensual
b) Sesuatu sebagai fakta apabila ada korespondensi antara
yang sensual satu dengan yang sensual lainnya
c) Data empirik sensual tersebut harus obyektif tidak boleh
masuk subyektifitas peneliti
d) Fakta itu yang faktual ada
2) Phenomenologi:
a) Fakta bukan
sekedar data empirik sensual, tetapi data yang sudah dimaknai atau
diinterpretasikan, sehingga ada subyektifitas peneliti. Tetapi subyektititas
disini tidak berarti sesuai selera peneliti, subyektif disini dalam arti tetap
selektif sejak dan pengumpulan data, analisis sampai pada kesimpulan. Data
selektifnya mungkin berupa ide , moral dan lain-lain.
b) Orang mengamati
terkait langsung dengan perhatiannya dan juga terkait pada konsep-konsep yang
dimiliki
c) Kenyataan itu
terkonstruk dalam moral.
3) Realisme:
a) Sesuatu itu sebagai nyata apabila ada korespondensi dan
koherensi antara empiri dengan skema rasional.
b) Mataphisik sesuatu sebagai nyata apabila ada koherensi
antara empiri dengan yang obyektif universal
c) Yang nyata itu yang riil exsist dan terkonstruk dalam
kebenaran obyektif
d) Empiri bukan sekedar empiri sensual yang mungkin palsu,
yang mungkin memiliki makna lebih dalam yang beragam.
e) Empiri dalam realisme memang mengenai hal yang nil dan
memang secara substantif ada
f) Dalam realisme
metaphisik skema rasional dan paradigma rasional penting
g) Empiri yang
substantif riil baru dinyatakan ada apabila ada koherensi yang obyektif
universal
4) Pragmatis :
Yang ada itu yang berfungsi, sehingga sesuatu itu dianggap
ada apabila berfungsi. Sesuatu yang tidak berfungsi keberadaannya dianggap
tidak ada.
5) Rasionalistik :
Yang nyata ada itu yang nyata ada, cocok dengan akal dan
dapat dibuktikan secara rasional atas keberadaanya
2. Kebenaran
1) Positivisme:
a) Benar substantif
menjadi identik dengan benar faktual sesuatu dengan empiri sensual
b) Kebenaran
pisitivistik didasarkan pada diketemukannya frekwensi tinggi atau variansi
besar
c) Bagi positivisme
sesuatu itu benar apabila ada korespondensi antara fakta yang satu dengan fakta
yang lain
2) Phenomenologi:
a) Kebenaran
dibuktikan berdasarkan diketemukannya yang esensial, pilah dan yang non
esensial atau eksemplar dan sesuai dengan skema moral tertentu
b) Secara esensial
dikenal dua teori kebenaran, yaitu teori kebenaran korespondensi dan teori
kebenaran koherensi
c) Bagi
phenomenologi, phenomena baru dapat dinyatakan benar setelah diuji
korespondensinya dengan yang dipercaya.
Realisme Metaphisik : Ia mengakui kebenaran bila yang
faktual itu koheren dengan kebenaran obyektif universal
3) Realisme
a) Sesuatu itu
benar apabila didukung teori dan ada faktanya
b) Realisme hart,
menuntut adanya konstruk teori (yang disusun deduktif probabilisti) dan adanya
empiri teerkonstruk pula Islam : Sesuatu itu benar apabila yang empirik faktual
koheren dengan kebenaran transenden berupa wahyu
4) Pragamatisme :
Mengakui kebenaran apabila faktual berfungsi.
Rumusan substantif tentang kebenaran ada beberapa teori,
menurut Michael Williams ada lima teori kebenaran, yaitu:
1) Kebenaran
Preposisi, yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada kebenaran proposisinya
baik proposisi formal maupun proposisi material nya.
2) Kebenaran
Korespondensi, teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada adanya
korespondensi antara pernyataan dengan kenyataan (fakta yang satu dengan fakta
yang lain). Selanjutnya teori ini kemudian berkembang menjadi teori Kebenaran
Struktural Paradigmatik, yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran
pada upaya mengkonstruk beragam konsep dalam tatanan struktur teori (struktur
ilmu.structure of science) tertentu yang kokoh untuk menyederhanakan yang
kompleks atau sering
3) Kebenaran
Koherensi atau Konsistensi, yaitu teori kebenaran yang medasarkan suatu
kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan
lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.
4) Kebenaran
Performatif, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu dianggap
benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan.
5) Kebenaran
Pragmatik, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu benar apabila
mempunyai kegunaan praktis. Dengan kata lain sesuatu itu dianggap benar apabila
mendatangkan manfaat dan salah apabila tidak mendatangkan manfaat.
Obyek Instrumentatif yang terdiri dan dua hal:
1. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan
produk yang akan datang atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat
ditampilkan sebagai konfirmasi absolut dengan menggunakan landasan: asumsi,
postulat atau axioma yang sudah dipastikan benar. Pemaknaan juga dapat ditampilkan
sebagai konfirmi probabilistik dengan menggunakan metode induktif, deduktif,
reflektif. Dalam ontologi dikenal pembuktian a priori dan a posteriori. Untuk
memastikan kebenaran penjelasan atau kebenaran prediksi para ahli mendasarkan
pada dua aspek:
1) Aspek Kuantitatif;
2) Aspek Kualitatif.
Dalam hat konfirmasi, sampai saat ini dikenal ada tiga teori
konfirmasi, yaitu : Decision Theory, menerapkan kepastian berdasar keputusan
apakah hubungan antara hipotesis dengan evidensi memang memiliki manfaat aktual.
Estimation Theory, menetapkan kepastian dengan memberi peluang benar — salah
dengan menggunakan konsep probabilitas. Reliability Analysis, menetapkan
kepastian dengan mencermati stabilitas evidensi (yang mungkin berubah-ubah
karena kondisi atau karena hal lain) terhadap hipotesis
2. Logika Inferensi
Studi logika adalah studi tentang tipe-tipe tata pikir. Pada
mulanya logika dibangun oleh Aristoteles (3 84-322 SM) dengan mengetengahkan
tiga prinsip atau hukum pemikiran, yaitu Principium Identitatis (Qanun
Dzatiyah), Principium Countradictionis (Qanun Ghairiyah), dan Principium
Exclutii Tertii (Qanun Imtina’). Logika ini sering juga disebut dengan logika
Inferensi karena kontribusi utama logika Aristoteles tersebut adalah untuk
membuat dan menguji inferensi. Dalam perkembangan selanjutnya Logika
Aristoteles juga sering (Disebut dengan logika tradisional.
B. Metode Filsafat
Hanya dengan cara dan metode tertentu pengetahuan
kefilsafatan dapat diperoleh. Mendapatkan pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada
taraf kefilsafatan haruslah berlangsung secara bertahap sedikit demi sedikit.
Tidak mungkin sekaligus. Maka metode yang paling tepat adalah metode ilmiah
yang merupakan gabungan antara analisis dan sintesis yang dipakai secara
dialektik berkesinambungan.
1. Metode Analisis
Metode ini melakukan pemeriksaan secara konseptual atas
istilah-istilah yang kita pergunakan dan pernyataan-pernyataan yang kita buat.
Di dalam ilmu pengetahuan alam. setiap saat kita menyaksikan berbagai macam
benda. Dan keberadaanya dapat diketahui bahwa setiap benda selalu menempati
ruang dan waktu tertentu, berbentuk, berbobot dan berjumlah (volume). Metode
analisis mi sering disebut sebagai metode aposteriori karena bertitik tolak dan
segala sesuatu atau pengetahuan yang adanya itu timbul sesudah pengalaman, agar
sampai kepada suatu pengetahuan yang adanya di atas atau di luar pengalaman
sehari-hari.
2. Metode Sintesis
Sebaliknya, metode mi dibantu dengan peralatan deduktif yang
mencoba menjabarkan sifat-sifat umum yang secara niscaya ada pada segala
sesuatu ke dalam hal-hal dan keadaan-keadaan konkret khusus tertentu.
Sifat-sifat umum yang mengenai kejiwaan manusia misalnya, dapat dijabarkan ke
dalam bermacam-macam jenis dan bentuk tingkah laku.
Dalam studi filsafat, kedua metode di atas lebih
dipergunakan secara dialektik. Artinya digunakan secara berkesinambungan dalam
suatu rentetan sebab-akibat. Oleh karena itu. sering dinaTnakan sebagai metode
analitiko-sintetik.
C. Sistem Filsafat
Terdapat dua sistem yang populer dalam dunia filsafat yaitu
sistem tertutup (closed system) dan sistem terbuka (opened system). Sistem
tertutup adalah yang berlaku dalam ilmu pengetahuan pasti (eksakta) dan alam.
Sedangkan sistem terbuka lebih populer digunakan dalam ilmu pengetahuan sosial
dan humaniora.
Mempertimbangkan sasaran (obyek studi filsafat baik yang
material maupun yang formal, maka sistem terbuka tampaknya lebih dominan.
Karena obyek filsafat itu tidak terbatas kepada hal-hal yang rasional dan
empiris saja. Melainkan menembus pada hal-hal yang berderajat irrasional dan
yang non empiris (yaitu hal- hal yang metafisik).
D. Kebenaran
Filsafat
Hal kebenaran sesungguhnya merupakan tema sentral di dalam
filsafat ilmu. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk
mencapai kebenaran. Problematik mengenai kebenaran merupakan masalah yang
mengacu pada tumbuh dan berkembangnya dalam filsafat ilmu.
1. Definisi Kebenaran
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta),
ditemukan arti kebenaran, yaitu:
Keadaan yang benar
(cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya);
Sesuatu yang benar
(sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya);
Kejujuran,
ketulusan hati;
Selalu izin,
perkenanan;
Jalan kebetulan.
Jenis-jenis
Kebenaran
Kebenaran dapat dibagi dalam tiga jenis menurut telaah dalam
filsafat ilmu, yaitu
Kebenaran
Epistemologikal, adalah kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia,
Kebenaran
Ontologikal, adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala
sesuatu yang ada maupun diadakan.
Kebenaran
Semantikal, adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata
dan bahasa.
2. Teori-teori
Kebenaran
Perbincangan tentang kebenaran dalam perkembangan pemikiran
filsafat sebenarnya sudah dimulai sejak Plato melalui metode dialog membangun
teori pengetahuan yang cukup lengkap sebagai teori pengetahuan yang paling
awal.
Kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles hingga saat mi, dimana
teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan penyempurnaan. Untuk
mengetahui ilmu pengetahuan mempunyai nilai kebenaran atau tidak sangat
berhubungan erat dengan sikap dan cara memperoleh pengetahuan.
Berikut secara tradisional teori-teori kebenaran itu antara
lain sebagai berikut:
Teori Kebenaran
Saling Berhubungan (Coherence Theory of Truth)
Teori Kebenaran
Saling Berkesesuaian (Correspondence Theory of Truth)
Teori Kebenaran
Inherensi (Inherent Theory of Truth,)
Teori Kebenaran
Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
Teori Kebenaran
Sintaksis
Teori Kebenaran
Nondeskripsi
Teori Kebenaran
Logik yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)
3. Sifat Kebenaran llmiah
Karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dan
kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri, maka setiap subjek yang
memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian yang amat berbeda
satu dengan yang lainnya, dan disitu terlihat sifat-sifat dan kebenaran. Sifat
kebenaran dapat dibedakan menjadi tiga hal. yaitu:
a. Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan, dimana
setiap pengetahuan yang dimiliki ditilik dan jenis pengetahuan yang dibangun.
Pengetahuan itu berupa:
1) Pengetahuan
biasa atau disebut ordinary knowledge atau common sense knowledge. Pengetahuan
seperti ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya amat
terikat pada subjek yang mengenai.
2) Pengetahuan
ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik
dengan menerapkan metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan para ahli
sejenis. Kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan sesuai
dengan hasil penelitian yang penemuan mutakhir.
3) Pengetahuan
filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi
pemikiran filsafat, bersifat mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran
analitis, kritis, dan spekulatif. Si fat kebenaran yang terkandung adalah
absolute.-intersubjektif.
4) Kebenaran
pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama. Pengetahuan agama bersifat
dogmatis yang selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga
pernyataan dalam kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan
keyakinan yang digunakan untuk memahaminya.
b. Kebenaran
dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dan bagaimana cara atau dengan alat
apakah seseorang membangun pengetahuannya. Implikasi dan penggunaan alat untuk
memperoleh pengetahuan akan mengakibatkan karakteristik kebenaran yang
dikandung oleh pengetahuan akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya.
Jadi jika membangun pengetahuan melalui indera atau sense experience, maka
pembuktiannya harus melalui indera pula.
c. Kebenaran dikaitkan atas ketergantungan terjadinya
pengetahuan. Membangun pengetahuan tergantung dan hubungan antara subjek dan
objek, mana yang dominan. Jika subjek yang berperan, maka jenis pengetahuan ini
mengandung nilai kebenaran yang bersifat subjektif. Sebaliknya, jika objek yang
berperan, maka jenis pengetahuannya mengandung nilai kebenaran yang sifatnya
objektif
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dan uraian tersebut di atas dapat kita ambil kesimpulan
bahwa apabila dilihat dan sisi obyeknya, maka filsafat ilmu merupakan cabang
dan filsafat yang secara khusus membahas proses keilmuan manusia. Dengan bahasa
lain dapat dikatakan bahwa obyek substantif dalain filsafat ilmu tersebut di
atas pada dasarnya merupakan obyek material, sedangkan obyek instrumentatif
adalah obyek formal.
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti dunia
dalam hal makna dan nilai-nilai. Pengertian filsafat disederhanakan sebagai
proses dan produk, yang mencakup pengertian filsafat sebagai jenis pengetahuan,
ilmu, konsep dan para filsuf pada zaman dahulu, teori, sistem tertentu yang
merupakan hasil dan proses berfilsafat dan yang mempunyai ciri-ciri tertentu,
dan filsafat sebagai problema yang dihadapi manusia.
Filsafat berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang
asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang
menjadi tujuan hidupnya. Dengan belajar filsafat, tidak menyebabkan kita untuk
berhenti belajar, karena dalam filsafat tidak akan pernah akan dapat mengatakan
selesai belajar.
B. Saran
Hanya dengan cara
dan metode tertentu pengetahuan dapat diperoleh
Ilmu pengetahuan
yang diperoleh tidak berguna bila tidak dibagi atau diberikan kepada orang lain
Ilmu pengetahuan
yang ada harus dimanfaatkan
Sebagai pembaca
yang budiman kami meminta saran dan kritikkannya agar makalah kami berikutnya
dapat bermanfaat
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah, (Yogyakarta: Sipres, 1993)
Amsal Bakhtiar,
Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005)
http://lets-be1aar.blo.spot.con/0O7/09/aobjek-fi1safat.htm1
diakses tanggal 09 Oktober 4.
stainless dive knife, stainless steel, stainless steel, stainless steel
BalasHapusStainless steel blades for sale. titanium piercings Stainless Steel Blades titanium earrings sensitive ears in Stainless Steel Blades for sale. The camillus titanium knife stainless steel stainless titanium bars steel blades will fit ecosport titanium a standard travel knife.